Senin, 20 April 2015

Tausyiah Tentang Kesabaran

Assalammualaikum…
Sangat patut kiranya pada kesempatan hari ini terlebih dahulu kita mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas segala nikmat yang diberikannya kepada kita sehingga seperti biasanya kita dapat berkumpul di sini dalam agenda sabtuan kita.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW dimana beliaulah yang telah mendakwahkan agama Allah yakni islam kepada umat manusia sehingga umat manusia, sehingga umat manusia mengetahui hal-hal yang haq dan yang bathil. Dan mudah-mudahan kita menjadi umatnya yang setia. Amin.

Sehubungan dengan tema yang akan saya sampaikan, yaitu tentang kesabaran. Mari kita ingat sebuah cerita, bahwa pada masanya nabi kita pernah bahkan hampir setiap hari diludahi dan ditimpuki wajahnya. Namun
beliau tetap bersabar dan tak pernah membalas perlakuan itu dengan perlakuan lebih keji. Bahkan ketika orang yang meludahinya itu sakit, nabi Muhammad SAW segera menjenguknya dan mendoakannya. Itulah salah satu perilaku sabar yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. 
Lalu bagaimana jika ada seseorang yang memperlakukan kita seperti nabi? Mampukah kita berlaku seperti yang telah dicontohkan oleh nabi? tentunya masing-masing pribadi kitalah yang dapat menjawabnya.

Kita dapat berusaha meneladani contoh perilaku sabar yang telah dicontohkan oleh nabi dari hal-hal yang sederhana dan yang paling dekat dengan keseharian kita, yaitu dalam hal mendidik anak. Untuk itu, marilah kita ingat tujuan awal serta harapan para orang tua yang telah menitipkan putra-putrinya disini, di SDIT Mujahidul Amin. Begitupun dengan kita di sini, yang telah menyanggupi dan menerima putra-putri mereka dengan segudang perbedaan latarbelakang. Baik latar belakang orang tua, kemampuan dasar yang dimiliki anak dan lain-lain.
Para ustadz dan terutama saya sendiri,
Ketika kita mengajak anak-anak  untuk mampu bersabar dalam memahami setiap materi yang kita sampaikan, maka sebenarnya kita pulalah yang akan diuji dengan kesabaran itu.
Ada beberapa aplikasi kesabaran saat mendidik anak, antara lain:
1.       Sabar dalam menyampaikan materi pelajaran, yaitu kita harus senantiasa bersabar apabila ada anak yang belum bisa memahami materi seperti yang kita harapkan. Seperti yang telah disampaikan diawal tadi, bahwa anak-anak kita telah kita terima dan kita telah menyanggupi menerima mereka untuk kita didik disini, dengan bermacam-macam latarbelakang, mungkin ada yang agak lambat merespon materi pelajaran, yang terkadang membuat kita kurang sabar dalam menghapinya. Kita harus sanggup menunda respon tidak langsung menyambar atas apa yang tidak sejalan dengan apa-apa yang kita sampaikan.
2.       Sabar ketika amarah memuncak.
Mendidik anak tidak dapat dipungkiri sangatlah membutuhkan bergunung-gunung kesabaran. Selama satu hari, dari pagi sampai sore, selama kurang lebih 9 jam, waktu yang bahkan melebihi kebersamaan anak-anak dengan orang tua mereka sendiri. Berbagai macam anak, mulai dari anak yang kesulitan menyerap materi pelajaran dan lain-lain. Semuanya sungguh memerlukan ekstra kesabaran yang tiada batas, yang apabila kita tidak berhasil mengeluarkan gunungan kesabaran itu, maka amarah yang kita anggap sebagai ketegasanlah yang akan menguasai. Ya, kita kadang lupa dan secara tidak sadar, tidak berhasil membedakan antara amarah dan ketegasan. Padahal saat itu yang kita butuhkan adalah kejernihan pikiran, sehingga bukan amarahlah yang menguasai kita. Ada kalanya pula secara tidak sadar seolah-olah oleh kita berlindung pada lemahnya fisik kita karena aktifitas lain yang juga menjadi tanggung jawab kita, yang berakibat secara tidak sadar kita telah berbuat dzolim terhadap anak melalui amarah. Amarah yang timbul karena rasa lelah fisik karena memikirkan tanggungjawab lain dan kurangnya kesabaran yang kita miliki. Untuk itu marilah kita bersama-sama merenungi sebuah hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, yang diriwatkan oleh Muslim, yang artinya:
“ sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik untuknya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan untuknya. Apabila dia tertimpa kesulitan,maka dia bersabar, maka hal itu juga sebuah kebaikan untuknya”.

Adakalanya kita mungkin lupa antara reward dan punistment, karena amarah kita terkadang lupa minimal menyeimbangkan keduanya. Contohnya adalah apabila anak melakukan kebaikan, kita mungkin kurang memberikan reword, kita bersikap biasa-biasa saja terhadap anak tersebut, tetapi sebaliknya, bila ada anak yang melakukan kesalahan, amarah kita sangatlah meledak-ledak. Kita lupa, bahwasanya kita sudah lebih dulu belajar materi yang kita sampaikan kepada mereka, sehingga ketika mereka kurang cepat meresponnya, amarah hadir pada diri kita. Kita lupa, kemampuan anak sungguhlah berbeda-beda dalam menyerap materi pelajaran, kita lupa bahwa masing-masing anak mempunyai modalitas belajar yang berbeda. Ada yang lebih menonjol di audio, menonjol di visual, atau menonjol dikinestik. Padahal pada dasarnya itulah tugas kita untuk membimbing bagaimana agar modalitas belajar yang kurang menunjol tersebut dapat lebih ditingkatkan.

3.     Sabar, jika dalam ikhtiar kita dalam mendidik anak belum menunjukkan hasil maksimal. Disini contoh kecilnya adalah misalnya, si yafi sampai saat ini belum bisa membaca, padahal kita sudah berusaha semampu kita dalam mengajarinya. Dalam hal ini, selalu ingat bahwa  Allah akan selalu melihat proses, bukan hasil. Setiap ikhtiar kita dalam mendidik anak, akan Allah balas meskipun itu hal yang kecil. Selalu mendoakan anak kita agar mereka menjadi yang sholeh dan sholekhah.
Mendidik anak ibarat bercocok tanam, tanamlah benih unggul dan bersabarlah merawatnya, bersabar, bersabar dan bersabar merawatnya, maka kelak kita akan menyamai buah yang ranum.
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, mohon koreksi atas segala kekurangannya.
Wassalamualaikum…